sumber: https://unsplash.com/photos/mAGZNECMcUg?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink


 Perbincangan tentang vaksinasi Covid-19 tengah marak-maraknya mencuat di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, ada banyak berita kontroversial terkait vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat secara berkala ini, mulai dari hukuman bagi yang menolak vaksin, anggota DPR yang tidak mau divaksin, isu- isu kekhawatira setelah pemberian vaksin,  dan masih banyak lagi. Kita mungkin merasa bingung mana informasi yang benar dan bagaimana harus mengambil sikap. Oleh karena itu, mari kita ulas gambaran mengenai vaksin ini.

Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin (bakteri/virus yang telah dilemahkan) ke dalam tubuh manusia untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Yang dimasukkan ke dalam tubuh bisa berupa bakteri itu sendiri atau hanya bagian dari bakteri tersebut. Ketika bakteri/virus yang sudah dilemahkan tersebut masuk ke dalam tubuh, sistem imun kita akan mengenali bakteri/virus tersebut dan membentu anti bodi atau "tentara" yang bertugas khusus melawan bakteri/virus tersebut. Sehingga dengan mekanisme tersebut, vaksin yang diberikan kepada manusia mampu menyediakan tentara atau "antibodi" sebelum akhirnya bakteri/vaksin tersebut benar-benar menyerang

Vaksinasi biasa disebut juga sebagai imunisasi, yaitu proses untuk mendapatkan perlindungan daripada penyakit tertentu. Tetapi sebenarnya, imunisasi lebih umum daripada vaksinasi, kerana imunisasi dapat juga diperoleh tanpa vaksinasi. Contohnya, pemberian susu ibu oleh seorang ibu kepada bayinya yang dapat membantu meningkatkan imuniti pada bayi. Jadi vaksinasi itu sebahagian dari imunisasi, sedangkan imunisasi belum tentu merupakan vaksinasi kerana terdapat pelbagai jenis imunisasi.

Mengenai Hukum vaksinasi secara syar'i, menurut K.H. Shiddiq Al-Jawi adalah sunnah (mandub/mustahab) karena termasuk dalam aktivitas berubat (at tadaawi) di mana hukumnya adalah sunnah asalkan memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu; pertama, bahan vaksinnya tidak mengandungi zat najis seperti enzim babi. Kedua, vaksinasi yang dilakukan tidak menimbulkan bahaya (dharar) bagi orang yang divaksin. Mengenai sunnahnya berubat, dalilnya adalah perintah berubat seperti dalam sabda Rasulullah SAW, Sesungguhnya ketika Allah menciptakan suatu penyakit, Allah juga menciptakan penawarnya, maka berubatlah. (HR Ahmad). 

Vaksin Sinovac

Mengenai vaksin Sinovac, vaksin tersebut tentu harus memenuhi 2 syarat di atas sebelum diberikan kepada masyarakat yaitu halal dan tidak berbahaya. Kita, sebagai orang yang tidak mempunyai ilmu mengenai hal tersebut, harus merujuk pada pendapat para ahli yang menguasai hal tersebut seperti firman Allah Subhaanahu wa ta'ala disurat An-Nahl ayat 43, Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ.

Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

Pertama, mengenai kehalalan dari vaksin Covid-19 Produksi Sinovac, kita harus merujuk pada pendapat para ulama'. Dalam hal ini, Majelis Ulama' Indonesia telah mengeluarkan fatwa no. 02 tahun 2021 yang menyatakan bahwa vaksin Sinovac halal dan Suci. Keputusan tersebut diputuskan dalam Sidang Pleno Komisi Fatwa MUI pada tanggal 8 Januari 2021 setelah mendengarkan, mengkaji dan membahas laporan hasil audit dari Team Audit Halal MUI.

Kedua, vaksin Covid-19 produksi Sinovac tidak menimbulkan bahaya bagi orang yang divaksinasi, kita juga harus merujuk pada para ahli seperti dalam bidang kedokteran atau biologi molekuler. Bapak Ahmad Rusjdan Handoyo Utomo, Ph. D, seorang Konsultan  Biologi Molekuler Independen, dalam Channel Youtube Ngaji Shubuh dalam video berjudul "SERBA-SERBI VAKSINASI" tanggal 10 Januari 2021 menyatakan bahwa vaksin Sinovac merupakan partikel virus Covid-19 yang sudah dimatikan genotifnya sehingga tidak punya kemampuan untuk merusak. Namun demikian, partikel virus tersebut masih dikenali tubuh sebagai makhluk asing bagi tubuh  dan dari situlah tubuh membentuk antibodi. Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa efek samping sinovac lebih rendah jika dibandingkan dengan vaksin yang lain dan penyimpanannya tidak memerlukan pendingin yang tinggi seperti vaksin lain. Di samping itu juga, ketua Ikatan Dokter Indonesia dan dokter influencer, dr. Tirta, juga menjadi garda terdepan dalam vaksinasi massal dimana hal tersebut menandakan bahwa mereka juga mendukung dengan adanya vaksinasi ini. 

Mengenai Ketidakpercayaan Masyarakat

Dengan adanya kepastian dari MUI dan para pakar mengenai vaksin ternyata masih banyak masyarakat yang tidak mau untuk divaksinasi. Dilansir dari kompas.com, lembaga Populi Center mengungkap hasil survei seputar penerimaan vaksin Covid-19. Survei ini diadakan pada 21 hingga 30 Oktober 2020. Peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan mengatakan, pihaknya menanyakan kesediaan masyarakat jika diberikan vaksin oleh Pemerintah. Hasilnya adalah 60% mengatakan bersedai dan 40% menyatakan tidak bersedia. Mereka yang tidak bersedia, sebagian besar, menolak dengan alasan khawatir dengan aspek kesehatan.

Tangkapan layar unggahan Facebook sebuah akun yang menyebut cairan yang disuntikkan kepada Presiden Jokowi bukan vaksin, melainkan vitamin atau air tajin. Informasi ini hoaks. 

Tangkapan layar unggahan Facebook sebuah akun yang menyebut cairan yang disuntikkan kepada Presiden Jokowi bukan vaksin, melainkan vitamin atau air tajin. Informasi ini hoaks.(Facebook)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "[HOAKS] Cairan yang Disuntikkan kepada Presiden Jokowi Bukan Vaksin, tetapi Vitamin atau Air Tajin", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/14/143400265/-hoaks-cairan-yang-disuntikkan-kepada-presiden-jokowi-bukan-vaksin-tetapi?page=all.


Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

 Tangkapan layar sebuah akun di facebook

Peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan mengatakan, pihaknya menanyakan kesediaan masyarakat jika diberikan vaksin oleh pemerintah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan mengatakan, pihaknya menanyakan kesediaan masyarakat jika diberikan vaksin oleh pemerintah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan mengatakan, pihaknya menanyakan kesediaan masyarakat jika diberikan vaksin oleh pemerintah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Lembaga Populi Center mengungkap hasil survei seputar penerimaan vaksin Covid-19. Survei ini diadakan pada 21 hingga 30 Oktober 2020.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Lembaga Populi Center mengungkap hasil survei seputar penerimaan vaksin Covid-19. Survei ini diadakan pada 21 hingga 30 Oktober 2020.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Lembaga Populi Center mengungkap hasil survei seputar penerimaan vaksin Covid-19

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Lembaga Populi Center mengungkap hasil survei seputar penerimaan vaksin Covid-19

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
embaga Populi Center mengungkap hasil survei seputar penerimaan vaksin Covid-19. Survei ini diadakan pada 21 hingga 30 Oktober 2020.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Survei soal Vaksin, Populi Center: Mayoritas yang Menolak karena Risiko Kesehatan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/19/12234221/lakukan-survei-soal-vaksin-populi-center-mayoritas-yang-menolak-karena?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Diamanty Meiliana

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Keraguan dari masyarakat juga bisa kita lihat dari tanggapan netizen saat live pemberian vaksin perdana. Tidak sedikit masyarakat berpendapat vaksin yang diberikan saat live pemberian vaksin adalah bukan vaksin melainkan vitamin C, air tajin atau yang lainnya. Sedangkan, vaksin yang akan diberikan masyarakat mengandung substansi yang berbahaya.

Kira-kira mengapa hal tersebut terjadi? Padahal seharusnya keraguan-keraguan tersebut sudah tidak ada lagi karena para ahli sudah memberikan lampu hijau terkait "vaksinasi" tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat khawatir bahwa kebijakan pemerintah mengenai vaksinasi syarat akan "kepentingan" dan menomor duakan kehalalan dan keamanan. Tak ayal, hal tersebut juga disebutkan oleh anggota DPR yang juga merupakan seorang dokter, dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati. Beliau mengatakan, "...dari Maret lalu, saya sudah ngomong dalam rapat ini begitu ada Covid, ini ujung-ujungnya jualan obat, jualan vaksin." Dimana, hal tersebut menandakan bahwa vaksinasi syarat akan kepentingan yang menguntungkan para pengusaha Covid-19

Selain itu, Hal yang membuat masyarakat tidak percaya adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat sejak timbulnya Covid-19, namun justru memihak pada kepentingan para pengusaha.

  1. Saat berita tentang Covid-19 sudah merebak, kebanyakan negara membatasi akses keluar-masuk negara. Namun, Indonesia bukannya berwaspada justru menganggap enteng dan masih membuka akses penerbangan Internasional, sektor pariwisata, perhotelan, dan lain-lain
  2. Saat Covid-19 mulai masuk Indonesia, pemerintah menolak untuk melakukan lockdown karena tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang Stay at Home dan tidak bekerja. Pemerintah juga justru memasukkan banyak TKA China ke dalam negeri
  3. Setelah sekian lama perekonomian Indonesia mengalami dilema karena Covid-19, pemerintah menerapkan New Normal dengan dalih memulihkan perekonomian. Namun, dalam kenyataannya justru memperparah kasus Covid-19 dan perkonomian Indonesia pun tidak kunjung membaik bahkan jatuh ke jurang resesi. 
  4. Tidak ada upaya untuk melakukan swab masal dan menghentikan rantai penularan. 
Dari sini, kita bisa melihat bahwa kebijakan-kebijakan tersebut memihak pada para pengusaha. Kita tidak bisa memungkiri bahwa kita sedang hidup dalam Sistem Kapitalisme dimana pemerintah bersekutu dengan para pengusaha melahirkan kebijakan yang mengarah pada keuntungan para pengusaha. Hal inilah yang menyababkan kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi dan kesejahteraan tidak tercapai. 
 
Hal ini tidak sesuai dengan ajaran dan sistem pemerintahan dalam Islam. Dalam pemerintahan Islam, pemerintah tidak hanya bertindak sebagai pengatur atau fasilitator tapi bertugas untuk meri'ayah su'unil ummah (memenuhi kebutuhan masyarakat). Dimana kesehatan merupakan salah satu yang wajib dipenuhi secara gratis dan diberikan dengan layanan yang baik kepada masyarakat. Tidak memandang dia kaya atau miskin, semua harus mendapat pelayanan yang sama. Hal ini bisa kita lihat dari majunya Ilmu kesehatan dan Sistem Kesehatan pada masa Daulah Islam seperti vaksin yang merupakan karya dari Ilmuwan Islam yang hidup pada masa Daulah Islam Turki Utsmani. Selain itu, juga ada Rumah Sakit Bimaristan yang ada di Kairo Mesir. Rumah sakit ini melayani 4.000 pasien setiap hari secara gratis. Pasien juga diberi makanan dan uang kompensasi pekerjaan selama tinggal di rumah sakit. Rumah Sakit Al Mansuri melayani rakyat Kairo selama tujuh abad sejak rumah sakit itu diresmikan. 
 
Apakah mungkin hal tersebut bisa dilakukan? tentu bisa, dengan disokong dengan Sistem Ekonomi yang kuat yang kemudian didukung dengan sistem-sistem lain seperti sistem pendidikan. Hal tersebut tentu bisa kita lihat bagaimana Islam sebagai agama yang sempurna mengaturnya.